Tindakan Represif Aparat, Coreng Citra Demokrasi

Krisis kepercayaan masyarakat, terhadap kinerja pemerintah semakin menyembul dipermukaan. Hak masyarakat atas penyuaraan aspirasi juga marak berakhir koyak. Aksi demonstrasi diberbagai daerah, sebagai salah satu jalan keluar aspirasi dan tuntutan juga kerap mendapat tindakan represif aparat. Hal ini tentu mencoreng citra demokrasi. Sendi demokrasi, yang seharusnya menjamin penyampaian tuntutan aspirasi, justru dihantam oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Kasus kekerasan yang menimpa mahasiswa pada tanggal 13/10/2021 di kabupaten Tanggerang, semakin membuka tabir akan lemahnya pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Kasus serupa juga banyak muncul diberbagai daerah, dipicu atas kekecewaan masyarakat pada kinerja pemerintah. Seperti hasil revisi Undang-undang KUHP, KPK, UU bermasalah dan berbagai isu lain yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. Hanya berpihak kepada kepentingan elite politik. Hal inilah menyebabkan berbagai gelombang demonstrasi yang tidak kunjung surut. Padahal seharusnya negara demokrasi menjamin penuh, atas suara dan hak aspirasi rakyat tersebut. Penolakan besar-besaran ini ditunjukan dengan aksi massa, yang masih bertahan hingga hari ini.
Tindakan represif aparat semakin mendegradasi kepercayaan masyarakat, terhadap pimpinannya. Arogansi aparat yang dilakukan juga bergerak tanpa dasar. Artinya jauh dari nilai manusiawi. Alih-alih sebagai keamanan dan menstabilitaskan situasi, dijadikan sebagai senjata untuk membubarkan massa dengan paksa. Hal itu berakhir dengan korban yang banyak berjatuhan. Tentu kasus-kasus tersebut sangat mudah dijumpai dimedia massa saat ini. Dan tidak menutup kemungkinan juga banyak kasus lain yang tidak sempat terekam jejak media. Selain menciderai nilai demokrasi. Kasus-kasus tersebut juga melemahkan aturan kepolisian No. 07/2012 tentang tata cara penyelenggaran pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum. Dimana aparat harus menghindari aksi kekerasan.
Penyampaian pendapat di muka umum, merupakan salah satu hak manusia yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945, dan dijamin pada pasal 28. Selain itu penyampaian pendapat tersebut juga tidak berangkat dari ruang kosong. Artinya berangkat atas dasar kajian kritis oleh masyarakat, sebagai instrumen besar penyelenggaraan negara. Membawa gagasan besar realitas pelaksanaan yang jauh dari keberpihakan terhadap rakyat. Namun hal itu kerap tidak disambut baik. Justru hanya mendapat intimidasi dan tindakan represif aparat, bahkan sampai pembungkaman hak pendapat.
Berakar dari hal itulah. Bahwasannya segala tindakan kekerasan, yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat yang tidak beratanggungjawab, harus dihapuskan. Tindakan tersebut harus diusut dengan tegas dan adil. Agar korban tidak lagi berjatuhan. Serta penguatan sendi demokrasi di Indonesia, tentang penyampaian hak berpendapat dapat terealisasikan. Hingga ruang demokrasi bukan hanya dimiliki oleh sekelompok golongan elit. Melainkan hak demokrasi dapat diakses oleh siapapun, dan mampu ditegakan dengan adil. Tanpa terkecuali. Rakyat tetap memiliki hak besar untuk berpendapat, tanpa tindakan represif aparat.
DEMA FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2021